Masjid Al-Mujahidin Kampung Babakan Cibarusah
Kali ini BBB akan membahas sejarah masjid
al-mujahidin cibarusah artikel bbb copas dari salah satu blog
http://gunrakyatbekasi.wordpress.com/2013/05/27/masjid-al-mujahidin-cibarusah-basis-perjuangan-melawan-penjajah/
bbb copas bukan maksud lain hanya ingin menyebar luaskan sejarah yang
mungkin masarakat bekasi yang belum tau tentang sejarah masjid
al-muhajirin ini.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum
mengenal lebih jauh Masjid al-Mujahidin yang terletak di Cibarusah
Bekasi ini. Masjid ini tepatnya berada di Kampung Babakan Cibarusah
(biasa disebut KBC) masuk dalam Desa Cibarusah Kota, Kecamatan
Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Masjid ini adalah
masjid yang penuh dengan sejarah perjuangan heroik umat Islam dalam
kontribusinya mengusir penjajah.
Masjid tua ini menjadi saksi umat Islam
turutan di dalam melawan dan mengusir penjajah di Nusantara. Pada masa
perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang Masjid al-Mujahidin
ini menjadi markas serta kamp pelatihan pasukan Laskar Hizbullah,
pasukan perang bentukan Masyumi tahun 1944 M.
Setelah Hizbullah terbentuk para tokoh
Islam segera mengkampanyekan kepada seluruh umat Islam di Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan daerah daerah lain di Indonesia. Pada
pertengahan Desember 1944, perwakilan federasi Islam telah mengadakan
perjalanan keliling Jawa untuk mengadakan inspeksi terhadap sukarelawan
Hizbullah di semua karesidenan.
Untuk mengumpulkan para pemuda Islam yang
akan dididik dalam kemiliteran, tokoh tokoh Islam tidak menemui
kesulitan. Sebab, para pemuda Islam telah memiliki kesadaran yang cukup
tinggi dalam membela Tanah Airnya dari cengkeraman penjajah. Banyak
santri yang dengan kesadarannya sendiri serta restu para kiai bersedia
menjadi anggota laskar Hizbullah. Kemudian itu juga didukung oleh adanya
kerjasama serta saling pengertian antara tokoh tokoh di pusat dengan
para pemimpin pesantren.
Masyumi sendiri adalah tempat
bergabungnya organisasi-organisasi Islam ketika itu, seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), PUI, PUII dan yang lain. Di Masjid
al-Mujahidin inilah para pemuda-pemuda umat Islam dilatih dan digembleng
bukan hanya ilmu-ilmu kemiliteran, namun juga tsaqafah Islam
untuk menjadi tentara-tentara tangguh pengusir penjajah. Masjid ini pun
menjadi pusat penggemblengan Laskar Hizbullah untuk kemudian ditempatkan
di berbagai lokasi di Pulau Jawa dan Madura.
Latihan diselenggarakan selama 3 bulan
dipimpin oleh para Sydanco Peta, yang terdiri dari Abdullah Sajad, Zaini
Nuri, Abd. Rachman, Kamal Idris dan lain-lainya. Yang bertindak sebagai
komandan latihan adalah seorang opsir Jepang, Kapten Yanagawa.
Selain dilatih kemiliteran, para pemuda
Islam itu juga diberi bekal pendidikan kerohanian. KH Zarkasy (Gontor
Ponorogo) KH Mustofa Kamil (Jawa Barat), KH Mawardi (Solo), KH Mursyid
(Kediri) adalah para ulama yang memberikan pembinaan kerohanian.
Di antara ulama yang paling banyak
memberikan ceramah ialah KH Mustofa Kamil dari Singaparna (Jawa Barat)
serta KH Abdul Halim dari Majalengka, Pemimpin Umum PUI, yang
kadang-kadang juga memberikan pelajaran teknik membuat alat peledak.
Latihan itu dibuka pada 28 Pebruari 1945,
dihadiri oleh Gunseikan, para perwira bala tentara Dai Nippon, Pimpinan
Pusat Masyumi, Pangreh Praja dan lain-lain. Para anggota barisan
Hizbullah mengikuti upacara dengan berseragam biru dengan kopiah hitam
putih dan bersimbul bulan sabit dan bintang. Acara dimulai dengan
pemeriksaan barisan oleh Gunseikan yang kemudian dilanjutkan dengan
pidato sambutan Gunseikan.
Zainul Arifin sebagai ketua Markas
Tertinggi Hizbullah dan Wachid Hasyim sebagai ketua muda Masyumi juga
ikut menyampaikan sambutan. Kedua tokoh Islam itu mengingatkan kepada
pemuda Islam peserta pendidikan akan pentingnya diselenggarakan latihan
kemiliteran untuk membela agama Islam dan cita-cita perjuangan bangsa.
Pemilihan Cibarusah sebagai tempat
latihan semi miter Laskar Hizbullah karena dinilai tempat tersebut
sangat strategis. Di antaranya adalah karena masih banyak hutan dan
terletak tidak jauh dari pusat kekuasaan Jepang di Jakarta. Laskar
Hizbullah dibentuk atas usulan 10 ulama besar di Jawa, untuk mengimbangi
Laskar PETA (Pembela Tanah Air), tentara nasionalis bentukan Jepang
tahun 1942. Meskipun antara PETA dan Hizbullah berbeda, kurikulum
militernya disusun oleh orang yang sama, yaitu Kapten Yamazaki.
Pada masa itu, Masjid Al-Mujahidin KBC
bukan hanya sebagai tempat ibadah saja, tetapi juga pusat komando dalam
mengatur strategi. Dari Masjid ini KH Zainul Arifin, yang merupakan
seorang tokoh muda yang ketika itu menjabat sebagai konsul NU di
Jakarta, mengobarkan semangat anak muda khususnya kaum santri pesantren
untuk menjadi garda terdepan perjuangan melawan penjajah. Dalam rapat
Masyumi Banten 15 Januari 1945, KH Zainul Arifin menyampaikan pidato
yang kutipannya begitu terkenal berbunyi, “Hanya dengan adanya
pemuda-pemuda yang berani berjuang, keluhuran bangsa dapat tercapai.”
Pembinaan Hizbullah dipercayakan kepada
Masyumi, sedangkan latihannya dilaksanakan oleh Kapten Yamazaki. Pusat
latihan Hizbullah dikelola oleh Markas Tertinggi Hizbullah yang dipimpin
oleh KH Zainul Arifin, Konsul NU di Jakarta. Anggotanya meliputi Abdul
Mukti, Konsul Muhammadiyah Madiun, Ahmad Fathoni, Muhammad Syahid, Amir
Fattah, Prawoto Mangkusasmito, dan KH Mukhtar. Adapun penanggung jawab
politik adalah KH A. Wahid Hasyim, didampingi KH Abdul Wahab Hasbullah,
Ki Bagus Hadikusumo, KH Masykur, Mr. Mohammad Roem, dan Anwar
Tjokroaminoto.
Latihan semi-militer Hizbullah
diselenggarakan masing-masing selama dua bulan di Cibarusah, Bogor
(sejak 1950 Cibarusah dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Bekasi).
Pada angkatan pertama latihan, diikuti 150 pemuda yang dikirim dari tiap
keresidenan di seluruh Jawa dan Madura. Masing-masing keresidenan
sebanyak lima pemuda. Jumlah anggota Hizbullah diperkirakan mencapai 50
ribu orang
Sejarah Tertulis Masjid Al-Mujahidin KBC
Di atas pintu masuk utama masjid ini
tertulis dalam aksara Arab dan Latin “MASJID AL-MUJAHIDIN BABAKAN KOTA
CIBARUSAH, JUNI 1937, ROBIUL AWAL 1356”. Lengkap dengan lambang laskar
Hizbullah di bagian atasnya. Sementara di salah satu dari enam tiang
utama di dalam masjid terpasang prasasti kecil dalam bahasa Belanda yang
berbunyi “HERBOUWD 1935/1937, COMITE MASDJID”
Nama Masjid dan Tahun Renovasi di atas Pintu Utama Masjid
Di dinding depan masjid juga terpasang
piagam pendirian masjid dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi
bertanggal 19 Syafar 1409H / 1 Oktober 1998M dan ditandatangani oleh
Kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi HM. Zainuddin, BA. Dalam
piagam tersebut dijelaskan bahwa masjid Al-Mujahidin yang terletak di
Kampung Babakan Desa Cibarusah Kota, dibangun pada tahun 1930.
Piagam tersebut juga menyatakan bahwa
Masjid Al-Mujahidin Kampung Babakan Cibarusah ini sudah terdaftar di
Departemen Agama dengan nomor 34/MJ/1988. dan disebutkan juga bahwa
piagam pendirian masjid tersebut dikeluarkan berdasarkan surat
keterangan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Cibarusah bernomor
K.13/05/142/1998 tanggal 16 Agustus 1988. Sebagai mana disebutkan dalam
piagam tersebut bahwa dikeluarkannya piagam pendirian masjid ditahun
1988 itu menjadi pengukuhan pendirian masjid sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Menurut aplikasi “google terjemah”,
Herbouwd dalam bahasa Belanda bila Indonesiakan berarti “dibangun
kembali”. Merujuk kepada tahun tersebut saja masjid ini sudah jauh lebih
tua dari umur Republik Indonesia tercinta ini. Menjadi pertanyaan
adalah, kapan masjid Al-Mujahidin ini pertama kali dibangun dan oleh
siapa ?. Bila kita mencermati tiga sumber tertulis di atas ada 3 angka
tahun yang berbeda, masing masing adalah tahun 1937 di atas pintu utama
masjid, tahun 1935/1937 sebagaimana tertulis dalam prasasti di tiang
masjid dan tahun 1930 seperti dijelaskan dalam piagam pendirian masjid
yang dikeluarkan oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi.
Plakat Peringatan Renovasi Masjid dipasang di Salah Satu Dari Enam Tiang Utama
Bisa saja kita menyimpulkan bahwa
masjid tersebut dibangun tahun 1930M lalu di renovasi atau “dibangun
kembali” lima tahun kemudian (tahun 1935 M) dan proses direnovasi
tersebut selesai dilaksanakan pada bulan Juni tahun 1937 M bertepatan
dengan bulan Robiul Awal tahun 1356 H. Lalu kenapa harus dibangun
kembali ditahun 1935M/1937 M ?. Kawasan Cibarusah bukanlah kawasan padat
penduduk di era tersebut, jalan akses dari dan menuju kesana pun sangat
sulit ketika itu. Pertambahan jumlah penduduk yang membengkak dalam
kurun 5 tahun sepertinya bukanlah alasan yang dapat diterima sebagai
dasar pembangunan kembali masjid tersebut untuk diperluas guna menampung
membludaknya jamaah.
Penetapan angka 1930M oleh Kantor
Departemen Agama Kabupaten Bekasi sebagai tahun pendirian masjid itupun
sepertinya masih patut dipertanyakan, mengingat adanya batu nisan salah
satu makam di samping masjid yang bertarikh 1916M. Seperti yang sudah
umum terjadi, biasanya pemakaman umum dibangun di sebelah Masjid, bukan
Masjid yang dibangun disebelah pemakaman umum. Artinya, boleh jadi
masjid ini dibangun jauh sebelum tahun 1916M sebagaimana tarikh pada
Nisan Makam tersebut. Butuh penggalian lebih dalam untuk menjawab
pertanyaan pertanyaan tersebut.
Gerbang Utama
Sejarah Tutur Masjid Al-Mujahidin Kampung Babakan Cibarusah
Sejarah tutur yang disampaikan secara
turun temurun menyebutkan bahwa masjid Al-Mujahidin di Kampung Babakan
Cibarusah (KBC) ini dibangun pertama kali olehPangeran Senapati, salah
satu keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Konon di
tahun 1619 M Pangeran Jayakarta memerintahkanPangeran
Senapati menyelamatkan diri dari kepungan Belanda, paska kekalahan Sunda
Kelapa dalam perang melawan Belanda di bulan April-Mei 1619M, sekaligus
membangun pertahanan di kawasan pesisir dan pedalaman. Maka dimulailah
perjalanan panjangPangeran Senapati bersama pasukannya menyusuri pantai
utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas
Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di sebuah kawasan hutan
jati.
Di kawasan hutan jati itulah
kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang
masih menyertainya. Beliau menganggap kawasan hutan lebat itu sebagai
lokasi persembunyian yang aman dari kejaran pasukan Belanda. Termasuk
untuk tinggal mengembangkan keluarga dan keturunan. Babat alas dimulai
untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama
Cibarusah. Kata Cibarusah sendiri konon berasal dari kalimat berbahasa
sunda “Cai baru sah”.
Dikisahkan bahwa ketika masjid masjid
telah didirikan, jemaah kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang
memenuhi sarat sah untuk bersuci sebelum menunaikan sholat. Ketika
pencarian sumber air berhasil menemukan sumber air bersih salah satu
ulama yang menyertai Pangeran Senopatiberujar dalam bahasa Sunda “nah
ieu’ CAI’ BARU SAH” yang berarti “Nah ini airnya baru sah” maksudnya sah
secara syar’i untuk keperluan bersuci. Kalimat “CAI’ BARU SAH” itulah
yang kemudian menjadi CI BARU SAH. Sedangkan nama kampung ‘Babakan’
berasal dari kata ‘Bukbak’ dalam bahasa sunda yang berarti membersihkan.
Masjid yang pertama kali dibangun
oleh Pangeran Senopati tersebut berbahan utama kayu jati yang ketika itu
melimpah disana. Tak jauh dari masjid dibangun sebuah kolam penampung
air bersih berukuran kira kira 20x30m untuk menampung air bersih yang
dialirkan dari sumbernya menggunakan pipa pipa bambu dan saluran yang
dibangun secara bergotong royong. Riwayat tutur menyangkut sejarah
masjid ini terputus sampai disitu. Hingga kini keturuan Pangeran Sena
masih ada di KBC, keluarga beliau dapat dikenali dengan gelar ‘Raden’
yang disematkan kepada nama mereka masing masing. Pangeran Senapati
wafat dan dimakamkan di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) dan dikenal
dengan sebutan Makam Embah Uyut Sena.
Peran Masjid Al-Mujahidin KBC Pada Masa Perjuangan
Mimbar dan Mihrab Masjid Al-Mujahidin Cibarusa
Dimasa perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang masjid
Al-Mujahidin ini menjadi markas serta camp pelatihan pasukan Laskar
Hizbulllah, Pasukan perang bentukan Masyumi tahun 1944M. Masyumi menjadi
tempat bergabungnya organisasi organisasi Islam ketika itu termasuk
Nahdatul Ulama (NU) dibawah pimpinan KH. Wachid Hasyim (Pahlawan Nasional dan juga ayah dari Mantan Presiden RI, KH. Abdurrahman Wachid alias
Gusdur). Di masjid inilah yang menjadi pusat penggemblengan Laskar
Hizbullah untuk disiapkan menjadi tentara terlatih untuk kemudian
ditempatkan di berbagai lokasi di pulau Jawa dan Madura.
Dipilihnya Cibarusah sebagai tempat latihan semi miter Laskar
Hizbullah karena dinilai strategis. Masih banyak hutan dan terletak
tidak jauh dari pusat kekuasaan Jepang di Jakarta. Laskar Hizbullah
dibentuk atas usulan 10 ulama besar di Jawa, untuk mengimbangi Laskar
PETA (Pembela Tanah Air) tentara nasionalis bentukan Jepang tahun
1942. Meskipun antara PETA dan Hizbullah berbeda, namun kurikulum
militernya disusun oleh orang yang sama, yaitu Kapten Yamazaki.
Pada masa itu, Masjid Al-Mujahidin KBC bukan hanya sekedar sebagai
tempat ibadah saja, tapi juga pusat komando dalam mengatur strategi.
Dari Masjid ini KH. Zainul Arifin (pahlawan
Nasional) merupakan seorang tokoh muda yang ketika itu menjabat sebagai
konsul NU di Jakarta, mengobarkan semangat anak muda khususnya kaum
santri pesantren untuk menjadi garda terdepan perjuangan melawan
penjajah. Dalam rapat Masyumi Banten 15 Januari 1945, KH. Zainul Arifin menyampaikan pidato yang kutipannya begitu terkenal berbunyi “ Hanya dengan adanya pemuda-pemuda yang berani berjuang, keluhuran bangsa dapat tercapai”.
Pembinaan Hizbullah dipercayakan kepada Masyumi, sedangkan
latihannya dilaksanakan oleh Kapten Yamazaki. Pusat latihan Hizbullah
dikelola oleh Markas Tertinggi Hizbullah yang dipimpin oleh KH. Zainul Arifin,
Konsul NU di Jakarta. Anggotanya meliputi Abdul Mukti, Konsul
Muhammadiyah Madiun, Ahmad Fathoni, Muhammad Syahid, Amir Fattah,
Prawoto Mangkusasmito, dan KH Mukhtar.
Adapun penanggungjawab politik adalah KH A. Wahid Hasyim,
didampingi KH Abdul Wahab Hasbullah, Ki Bagus Hadikusumo, KH Masykur,
Mr. Mohammad Roem, dan Anwar Tjokroaminoto.
Latihan semi-militer Hizbullah diselenggarakan masing masing selama
dua bulan di Cibarusah, Bogor (sejak 1950 Cibarusah dimasukkan ke dalam
wilayah Kabupaten Bekasi). Pada angkatan pertama latihan, diikuti 150
pemuda yang dikirim dari tiap keresidenan di seluruh Jawa dan Madura.
Masing-masing keresidenan sebanyak lima pemuda. Jumlah anggota Hizbullah
diperkirakan mencapai 50 ribu orang.
Sumber : http://gunrakyatbekasi.wordpress.com/2013/05/27/masjid-al-mujahidin-cibarusah-basis-perjuangan-melawan-penjajah/
Semoga bermanfaat artikel ini
salam BBB
|